DENPASAR, klikpena.com -
Warga Negara (WN) Lebanon, Rabie Ayad Abderahman alias Rabie Ayad alias Patistota, buronan Interpol, Amerika Serikat yang diduga membobol dana nasabah sekitar Rp7 triliun, kabur setelah beberapa hari dikeluarkan dari Rutan Lapas Kerobokan, Denpasar dan dibawa ke Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai.
Pria kelahiran, Beirut, Lebanon, 14 Pebruari 1989 ini dijemput petugas Imigrasi dan jaksa dari Rutan Lapas Kerobokan setelah majelis hakim yang diketuai, I Ketut Kimiarsa dalam sidang putusan, Selasa, 22 Oktober lalu, menolak permohonan ekstradisi yang diajukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Badung.
Termohon ekstradisi, Rabie Ayad, mau tidak mau, harus dikeluarkan dari Rutan Lapas Kerobokan, Denpasar, tanpa harus menunggu sikap dari kejaksaan, menerima atau melakukan upaya hukum banding yang akan dilakukan jaksa ekstradisi atau setelah putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Bisa jadi, aneh dan terlihat janggal karena sepertinya begitu terkesan harus secepatnya agar termohon ekstradisi, Rabie Ayad lepas dan bebas dari tahanan.
Salah satu keanehannya, seperti dalam kutipan putusan Nomor 1/Pid-ex/2019/PN.Dps, menyatakan Pengadilan Negeri Denpasar mengadili perkara permohonan ekstradisi yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri Denpasar.
Ketika dikonfirmasi terkait ini, Kepala Seksi Pidana Umum (Kasdum) Kejari Denpasar, Wayan Eka Widanta membantah bila pihaknya mengajukan permohonan ekstradisi atas termohon ekstradisi WN Lebanon, Rabie Ayad Abderahman alias Rabie Ayad. “Tidak ada permohonan ekstradisi dari Kejari Denpasar untuk Rabie Ayad,” tegas Eka Widanta.
Tidak hanya itu, dalam kutipan putusan juga dikatakan, sidang putusan yang dihadiri hakim ketua, I Ketut Kimiarsa didampingi hakim anggota, I Gusti Ngurah Putra Atmaja dan I Wayan Kawisada serta Putu Evy Widhiarini, Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Denpasar. Padahal, tidak ada jaksa, Putu Evy Widhiarini yang bertugas di Kejari Denpasar.
Masih ada keanehan lain yakni, dalam putusannya, majelis hakim menyatakan, menolak catatan jaksa No Rek Perk : PDM 154/BADUNG/TPUL/03/2019. Jelas bahwa permohonan ekstradisi di diajukan Kejari Badung bukan dari Kejari Denpasar.
Lebih dari itu, majelis hakim seakan – akan mengintimidasi jaksa dengan putusannya. Dimana jaksa harus secepatnya menjalankan putusan. “Memerintahkan termohon ekstradisi dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan diucapkan,” demikian ditegaskan majelis hakim.
Alhasil, dalam hitungan kedipan mata, kutipan putusan sudah di tangan jaksa yang kemudian berkoordinasi dengan pihak Imigrasi untuk segera mengeluarkan, Rabie Ayad dari Rutan Lapas Kerobokan.
WN Lebanon ini ketahuan kabur ketika jaksa akan melakukan eksekusi dari Rudinim ke Lapas Kerobokan, Denpasar, pada Selasa, 29 Oktober lalu. Ternyata, Rabie Ayad tidak berada di Rudinim.
Eksekusi ini dilakukan untuk menjalankan penetapan Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar setelah jaksa melakukan perlawanan atau upaya hukum banding atas putusan majelis hakim PN Denpasar.
Atas kaburnya, Rabie Ayad, pihak Imigrasi tidak ingin disalahkan. Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai, Amran Aris dalam keterangan tertulisnya mengatakan, Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor : 1/Pid-Ex/2019/PN.Dps tanggal 22 Oktober 2019, Rabie Ayad dinyatakan dibebaskan dari tahanan.
Setelah menerima petikan putusan tersebut, pihak Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai melakukan penjemputan dan pemindahan, Rabie Ayad Abderahman dari LP Kelas II A Kerobokan ke Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai.
Menurut Amran Aris, berdasarkan putusan tersebut, status hukum Rabie Ayad terhitung Selasa, 22 Oktober dinyatakan bebas.
Salah satu acuannya, Pasal 116 Peraturan, Pemerintah No 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yakni, opsi tentang pemberian izin tinggal.
Antara lain, orang asing yang dihentikan penyidikannya dan dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau dilepaskan dari tuntutan hukum dapat diberikan kembali izin tinggalnya.
Tetapi, putusan pengadilan terhadap pemegang pasport : LR06055518 tersebut belum berkekuatan hukum tetap, karena jaksa masih melakukan upaya hukum banding.
Seperti yang dijelaskan, Amin Aris, pada tanggal 29 Oktober 2019 PN Denpasar menyampaikan berkas Relaas Pemberitahuan Permohonan Perlawanan kepada termohon ekstradisi, Rabie Ayad Abderahman bahwa penuntut umum telah mengajukan perlawanan. Status hukum Rabie Ayad, terhitung mulai 29 Oktober 2019 adalah tahanan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali.
Sementara itu, Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Bali, Subroto, ketika dikonfirmasi terkait kaburnya, Rabie Ayad menjelaskan, setelah putusan PN Denpasar, pihak kejaksaan terus melakukan upaya perlawanan ke Pengadilan Tinggi. “Jaksa ekstradisi langsung berkoordinasi dengan pihak Rudinim Imigrasi Ngurah Rai. Yang jemput Rabie Ayad di Rutan Kerobokan adalah jaksa ekstradisi dan Imigrasi,” ungkap Subroto.
Dikatakan Aspidum, pihak kejaksaan melakukan koordinasi dengan Imigrasi baik melalui surat maupun lisan. “Ketika itu, pihak Imigrasi sanggup untuk membantu melakukan pengawasan di Rudinim selama Tujuh hari,” tegasnya.
Dikatakan Subroto, setelah kejaksaan mendapatkan penetapan penahanan dari Pengadilan Tinggi, kejaksaan langsung berkoordinasi dengan Imigrasi dengan memberikan Surat Penetapan ke pihak Rudinim. “Tapi, jaksa ekstradisi justru dibiarkan atau tidak direspon dengan baik. Itu pada hari Selasa, 29 Oktober,” ungkap Subroto.
Bahkan menurut Aspidum, pihaknya sama sekali tidak diberitahu bila Rabie Ayad tidak ditempatkan di Rudinim.
“Sebelum dinyatakan kabur, kami tidak tahu bila pihak Imigrasi telah menempatkan Rabie Ayad di suatu tempat, bukan di Rudinim. Kami tidak diperkenankan untuk tahu hal tersebut,” pungkasnya. DM
Komen via Facebook