Korupsi APBDes Desa Dauh Puri Klod Tersangka Lain Masih di Angan – Angan Penyidik

187

DENPASAR-Klikpena.com

Aneh, penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar atas dugaan korupsi APBDes, Desa Dauh Puri Klod, Denpasar Barat hanya menetapkan Bendahara, Ni Luh Putu Ariyaningsih, sebagai tersangka.
Lebih aneh lagi, Putu Ariyaningsih yang menjabat bendahara 2012 - 2018 ini dijerat pasal 2 dan 3 Undang – undang Tipikor dengan juncto Pasal 55 KUHP. Bendahara ini dikatakan melakukan korupsi ‘bersama – sama’. Bersama siapa ? ternyata masih dalam angan – angan penyidik Pidsus Kejari Denpasar. Pasalnya, penyidik seakan – akan masih mencari – cari, siapa yang akan mendampingi bendahara ini sebagai tersangka.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Denpasar, Luhur Istighfar yang ditemui, Rabu (6/11) mengatakan, apa yang dilakukan oleh penyidik adalah strategi dari penyidikan.
“Apa strategi itu ingin menyelamatkan yang berpeluang untuk menjadi tersangka?”
Kajari yang baru menjabat ini mengelak dengan mengatakan masih dalam penyidikan. “Hanya bendahara yang sudah ditemukan dua alat bukti untuk ditetapkan sebagai tersangka,” jelas Luhur Istighfar.
Ketika ditanya, bukan tidak mungkin, karena sudah terlanjur memasang juncto Pasal 55 KUHP, bersama – sama, penyidik mencari – cari tersangka lain, “Apa tidak mungkin, untuk menyelamatkan yang lain, bisa – bisa tukang kebun di Kantor Desa Dauh Puri Klod dijadikan tersangka ?” Kajari mengelak dengan mengatakan, bisa saja bila dalam penyidikan ada bukti yang mengarah ke tukang kebun menggunakan dana APBDes.
Ketika dikatakan penetapan Ariyaningsih sebagai tersangka dinilai janggal karena mantan perbekel, I Gusti Made Wira Namiartha, tidak tersentuh, lagi – lagi Kajari Luhur Istighfar mengatakan, belum ada dua alat bukti yang ditemukan penyidik untuk menetapkan Namiartha yang kini menjadi anggota DPRD Kota Denpasar ini sebagai tersangka. Seperti diketahui, sesuai dengan Permendagri, Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa (PPKD) atau penanggungjawab pengguna anggaran.
“Sesuai Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, bertindak sebagai penanggungjawab keuangan. Bagaimana bisa mantan Kepala Desa masih aman saja ?” Kajari berdalih, penyidik masih berusaha mengembangkan dan memperdalam siapa saja yang diajak kerja sama tersangka Ariyaningsih.
“Apakah pengembalian uang yang dilakukan mantan Perbekel bukan bukti bahwa yang bersangkutan menikmati dana APBDes ?”
Disodok begitu, Luhur sempat kelabakan dan berusaha berkelit dengan mengatakan, penetapan tersangka selain alat bukti juga harus dilihat niatnya. “Kami akan lihat, apakah pengembalian itu bentuk dari tindak pidana atau bukan. Apakah ada niat jahat di situ? Yang paling penting siapa yang memiliki niat jahat. Intinya mohon bersabar,” kelitnya.
Ketika dikejar, ukuran dari penyidik menentukan niat jahat seseorang, Luhur mengatakan, seseorang bisa dikatakan berniat jahat jika ada kerja sama dengan tersangka. “Misalnya antara perbekel dengan bendahara, apakah mereka bersekongkol atau tidak,” kata Luhur yang belum genap dua bulan menjabat Kajari Denpasar itu.
Ketika disentik, kejari Denpasar tidak berani menyentuh mantan Kepala Desa sebab yang bersangkutan saat ini sebagai anggota dewan dari PDI Perjuangan, Luhur Istighfar membantahnya. Dia mengaku sudah pernah menangani masalah yang melibatkan anggota dewan.
Menurutnya, penyidik masih memperdalam rangkaian perbuatan tersangka Ariyaningsih apakah melibatkan pihak lain. “Kemungkinan tersangka lain sedang kami dalami. Kalau ada dua alat bukti bisa dipertanggungjawabkan ke tingkat penyidikan, maka kami bisa menetapkan tersangka lain,” janjinya.
Luhur pun berharap tersangka Ariyaningsih bisa “bernyanyi” memberi petunjuk keterlibatan pihak lain. Ditanya peran Ariyaningsih sehingga bisa ditetapkan sebagai tersangka, Luhur menjelaskaan, ketika ada kegiatan tersangka minta pencairan uang kepada perbekel. Setelah uang dicairkan dipegang bendahara kemudian digunakan.
Nah, ketika ada kelebihan anggaran, anggaran itu tidak jelas ke mana larinya. Bahkan tidak bisa pertanggungjawabkan. Karena itu sebagai bendahara ditetapkan sebagai tersangka. Luhur pun berjanji akan mengawal kasus ini. “Yang penting sekarang kami akan ikuti dan lihat kasus ini. Saya pasti akan memelototi terus Kasi Pidsus,” pungkasnya.
Sementara itu, Kasi Pidsus Nengah Astawa dan Kasi Intel dan Humas, AA Ary Kesuma yang mendampingi Kajari, Luhur Istighfar, hanya bungkam.
Kasi Pidsus, Nengah Astawa yang dalam proses penyelidikan dan penyidikan begitu lantang mengatakan, tidak pandang siapa yang harus bertanggungjawab dalam pengelolaan dana desa sesuai dengan Pemendagri, ketika disodok ada pengakuan dan bukti pengembalian uang dari mantan Perbekel, hanya diam disamping Kajari.
Untuk diketahui, dari hasil pemeriksaan Inspektorat Kota Denpasar, perbekel, kaur dan bendahara ikut menggunakan uang Silpa. Setelah ada temuan tersebut ada pengembalian ke kas daerah sekitar Rp300 juta lebih. Yaitu dari mantan Perbekel Dauh Puri Klod I Gusti Made Wira Namiartha sebesar Rp 8,5 juta, kaur keuangan Rp102 juta dan bendahara Rp144 juta. Sedangkan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sekitar Rp 770 juta. Sementara berdasar temuan BPKP kerugian negara sekitar Rp 980 juta. DM

Komen via Facebook